Di tengah kegalauan industri musik dunia, dia membawa Live Nation menjadi perusahaan musik terpadu. Strategi apa saja yang digelar?
Perubahan memang satu hal yang pasti di jagat bisnis, tak terkecuali di bisnis musik. Para eksekutif perusahaan rekaman besar (major label) kini tengah berpikir keras mengangkat kembali bisnisnya yang terus melempem dihajar aktivitas pengunduhan
(download) musik via Internet. Akhir 2007, dalam diskusi di salah satu raksasa rekaman, EMI, terungkap bahwa produk utama industri musik yakni compact disk (CD), penjualannya terus menurun di sejumlah negara maju. Mengacu data Nielsen SoundScan, dalam diskusi itu dipaparkan penjualan CD di Amerika Serikat turun 19% dibanding tahun 2006. Sementara di Inggris, pada semester pertama 2007, turun 6%, lalu Jepang, Prancis dan Spanyol turun 9%, Italia 12%, Australia 14%, dan di Kanada 21%.
Tak heran, Mark Mulligan, analis JupiterResearch, meyakini sekarang tengah terjadi pergeseran besar di industri musik. ”Pada 2007 menjadi semakin jelas bahwa industri rekaman tengah berkontraksi, dan tampaknya menjadi sesuatu yang berbeda ketimbang abad ke-20,” katanya seperti dikutip The Economist dalam artikel bertajuk From Major to Minor (10 Januari 2008). Seperti apakah sesuatu yang berbeda itu? Lantas, akan ke
mana para artis dan musisi itu berlabuh?
Mulligan benar bila menyatakan tengah terjadi pergeseran. Dan salah satu aktor penting yang berselancar di tengah gejolak ini adalah Michael Rapino. Lewat bendera Live Nation, Rapino adalah penunggang perubahan yang cukup cerdik. Bahkan, di industrinya, dia mungkin tergolong orang yang terlihai meniti dinamika yang ada, mengubah pergeseran yang menciutkan para eksekutif perusahaan rekaman, menjadi
keuntungan yang menggiurkan. Bukan cuma untuk sekarang, tapi juga masa mendatang.
Live Nation sejatinya adalah perusahaan yang tergolong bau kencur. Berbasis di Beverly Hills, Kalifornia, AS, perusahaan ini terbentuk pada 2005 hasil pemisahan diri (spin-off) dari Clear Channel Communications. Namun, dalam waktu yang cepat, Live Nation telah menjadi perusahaan yang disegani di industri musik. Ini tak lain karena pilihan jalur bisnisnya yang terbilang berada di saat yang tepat.
Selepas era Napster dan lahirnya situs-situs file sharing yang memungkinkan pengguna Internet saling berbagi file musik, industri musik sungguh mengalami guncangan hebat. Terlebih setelah iPod dan produk pemutar musik digital merajalela. Bisnis musik, terutama industri rekaman, mengalami masa ancaman yang serius. Sebab, masyarakat lebih senang bertukar musik setelah mengonversi versi CD ke dalam file
digital, terutama dalam format MP3. Apalagi di negara-negara yang masyarakatnya rajin membajak, termasuk Indonesia. Di tempat-tempat itulah, CD lagu bajakan terjual lebih laris ketimbang versi aslinya.
Di tengah kegaduhan yang melanda industri rekaman, Rapino bermain cantik. Sejak dipisahkan dari Clear Channel pada 2005, dia melihat sebuah peluang, yakni promotor akan menjadi lebih perkasa bila bermitra dengan musisi. Tak heran, dia pun langsung menggeber bisnis ini. Tahun 2005 saja, dia sukses mempromotori sekitar 28.500 acara di pelbagai negara, terutama konser musik grup top macam Cold Play, dengan total penonton mencapai lebih dari 61 juta orang.
Oleh : Teguh S. Pambudi
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih telah memberi komentar.