
Berdasarkan keterangan saksi-saksi kepada polisi, sekitar pukul 04.00, Stevanus tiba-tiba berteriak-teriak di pintu masuk diskotek itu, kemudian kejang-kejang. Kedua temannya lalu membawa Stevanus ke RS Husada, tetapi dia meninggal dalam perjalanan.
Kepala Polsek Metropolitan Taman Sari Ajun Komisaris Besar Aloysius Suprijadi, Senin, mengatakan, dari keterangan teman korban, Atika dan Hendra, diketahui, Stevanus memang pernah memakai narkoba. Bahkan, dia diduga memproduksinya sendiri.
”Teman korban mengatakan, korban memang pernah memakai narkoba. Korban juga pernah menawari dia, ’Mau pakai obatku enggak?’. Tetapi, hal itu sulit dibuktikan karena kami tidak mendapati barang bukti pada korban ketika dia meninggal,” ujar Aloysius.
Polisi masih menanti hasil visum dari RS Cipto Mangunkusumo untuk mengetahui jenis narkoba yang diduga menyebabkan korban tewas. Visum masih disimpan pihak rumah sakit.
Aloysius menambahkan, wilayah Kecamatan Taman Sari memang rawan kasus penyalahgunaan narkoba. Secara keseluruhan, ada sekitar 140 tempat hiburan yang meliputi diskotek, karaoke, spa, dan rumah pijat yang tersebar di wilayah tersebut dan rawan menjadi tempat peredaran dan penggunaan narkoba.
”Kasus overdosis terbilang cukup banyak. Hampir setiap bulan ada kasus overdosis di seputaran Taman Sari. Itu baru kasus di tempat-tempat hiburan saja, belum termasuk kasus di rumah yang tidak dilaporkan oleh keluarga,” katanya.
Sering kali, lanjut Aloysius, keluarga tidak menyangka bisa terjadi kasus overdosis yang menimpa anggota keluarga mereka. Ketika kasus overdosis terjadi, mereka memilih tidak melaporkannya ke pihak berwenang.
Stevanus diketahui telah yatim piatu. Dari catatan di RS Cipto Mangunkusumo, Stevanus tinggal di Jalan Manggis RT 01 RW 01 Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jasad pria kelahiran Yogyakarta, 17 Juni 1980, itu diambil oleh Murtomo, saudaranya, pada Minggu sore. Jenazah itu langsung dibawa dari RS Cipto Mangunkusumo ke Yogyakarta untuk dikebumikan.
Konsumsi heroin
Koordinator Satgas Terapi Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta dokter Fauzi Masjhur mengatakan, overdosis umumnya terjadi pada pengonsumsi narkoba jenis heroin seperti putau.
”Penggunaan heroin yang berlebihan menyebabkan pernapasan terganggu, kejang-kejang, dan bisa berakhir dengan berhentinya kerja jantung. Penggunaan obat depresan yang berlebihan umumnya mendapat gejala seperti itu,” tutur Fauzi.
Ia menjelaskan, sabu atau ekstasi termasuk jenis psikotropika atau stimulan. ”Mereka yang mengonsumsi psikotropika membuat jantung mereka terpacu lebih cepat. Tubuh dirangsang cepat menyesuaikan diri dengan bertambah cepatnya degup jantung.
”Karena itu, overdosis karena mengonsumsi psikotropika jarang terjadi,” tuturnya. Meski demikian, Fauzi mengingatkan, obat psikotropika tetap membahayakan kesehatan tubuh.
Fauzi mengatakan, sepanjang sejarah penggunaan narkoba di Indonesia, jumlah pengonsumsi narkoba yang overdosis pada tahun 2000 merupakan yang terbanyak.
”Kala itu di Jakarta setiap hari rata-rata 2-3 orang overdosis. Mereka umumnya pengguna heroin,” ujarnya.
Sesudah tahun tersebut, kurva pengonsumsi narkoba yang overdosis turun drastis. Hal ini terkait dengan perubahan jenis narkoba yang dikonsumsi. (FRO/ART/WIN/kompas.com/www.musikji.net)
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih telah memberi komentar.