
PO, sang panda yang kini bergelar Ksatria Naga, hidup di dunia persilatan.
Seorang pendekar adalah seorang yang menempuh jalan pedang. Jika ingin mencapai kesempurnaan dalam jalan hidup yang ditempuhnya itu, ia harus menang dalam setiap pertarungan.
Arswendo Atmowiloto, dikutip Seno Gumira Ajidarma (2011), merumuskan pendekar sebagai berikut:
"Jago silat adalah pendekar yang tak gentar menghadapi apa atau siapa pun, karena ia dipihak yag benar. Prestasinya dicapai dengan taruhan apa saja--termasuk mengorbankan badan,kekasih, istri, saudara seperguruan, atau suhunya sendiri. Juga risiko apa pun bakal ditempuh, termasuk bertapa lama, menyiksa diri. Semuanya halal demi tujuan mulia. Ikatan mereka adalah pihak baik, pihak yanng benar, golongan putih. Lawan mereka adalah pihak buruk, pihak salah, golongan hitam."
Po telah menjadi pendekar dan menempuh jalan pedangnya. Kisahnya telah ditahbiskan menjadi franchise sukses. Artinya, kita akan berkali-kali melihat aksinya membasmi kejahatan. Kali ini kita disuguhi aksi kedua.
***
Seharusnya, saat saya merating 10 Film Kung Fu Terbaik, saya menyebut Kung Fu Panda (2008) di daftar.
Entah bagaimana, saya lupa dengan kisah panda gemuk berjuang jadi pendekar jago kung fu di daftar itu. Buat saya, Kung Fu Panda adalah bukti kalau Hollywood bisa menerjemahkan elemen kung fu yang milik Cina menjadi suguhan cerita Hollywood yang bernas dan lucu.
Bahkan, buat saya, Kung Fu Panda malah lebih menyegarkan ketimbang franchise Shrek yang sudah kelelahan itu. Seperti saat Shrek pertama hadir dengan cerita dongeng nyeleneh, Kung Fu Panda merekonstruksi ulang pakem film kung fu dalam sajian animasi bagi semua usia, penggemar film kung fu maupun yang bukan.
Kung Fu Panda sekali lagi membuktikan resep jitu DreamWorks Animation yang membedakannya dari sang saingan utama, Pixar. Tak terbantahkan Pixar telah membuat film-film animasi jempolan yang bercita rasa seni, disukai kritikus film dan penonton. Namun, pada akhirnya, ramuan alias resep DreamWorks Animation yang banyak ditiru pemain animasi lain, bukannya Pixar.
Richard Corliss, kritikus film majalah Time, menyebut persaingan DreamWorks Animation dan Pixar persis The Beatles dengan Rolling Stones. Ditulis Corliss, The Beatles membuat musik yang lebih kaya dan lebih abadi, seperti Pixar, tapi gaya rock and roll Rolling Stones yang liar yang lebih banyak ditiru. Persis seperti Rolling Stone, formula DreamWorks--nakal, bergaya parodi, penuh referensi pada budaya pop--yang mempengaruhi film-film animasi lain mulai dari Ice Age, Despicable Me dan banyak lagi.
Kung Fu Panda meminjam referensi film-film kung fu. Kisah seorang bukan siapa-siapa berjuang membuktikan diri menjadi seorang yang hebat--dalam hal ini jago kung fu Ksatria Naga--sudah sering diceritakan dalam film-film Hollywood mulai dari Rocky hingga Karate Kid. Kisah klasik itu kemudian diberi elemen kung fu. Sebagai film Hollywood, Kung Fu Panda berisi fabel binatang berlainan spesies yang menggantikan manusia. Kita melihat Po, sang jagoan kita, yang kemudian jadi Ksatria Naga, adalah putra seekor angsa. Karena kisah Kung Fu Panda berisi beragam binatang, saya tak mempersoalkan mengapa seekor angsa bisa punya anak panda.
kung-fu-panda-2-2758Nah, soal asal usul Po ini yang jadi inti kisah sekuelnya, Kung Fu Panda 2. Kita mendapat penjelasan bagaimana Po bisa diasuh ayahnya yang seekor angsa. Maka, Kung Fu Panda 2 bukan lagi soal pembuktian diri dari bukan siapa-siapa jadi orang hebat, melainkan pencarian diri ke dalam, mengorek ingatan paling dasar dan pada akhirnya, menemukan kedamaian jiwa (inner peace). Ya, kedamaian jiwa ini yang jadi jurus kung fu pamungkas yang harus dikuasai Po.
Kisah kedua Po masih meminjam elemen dalam cerita kung fu. Penonton setia film kung fu pasti sudah akrab dengan kisah pertentangan antara kung fu melawan mesiu. Sejumlah film kung fu, seperti salah satu seri Once Upon a Time in China, sudah mengangkat cerita ini. Di Kung Fu Panda 2, Lord shen, seekor merak, menemukan meriam yang mampu membunuh badak jago kung fu dan ingin menguasai Cina dengan meriamnya. Sebagai pendekar kung fu, Po harus membuktikan kalau kung fu bisa mengalahkan mesiu. Pertarungan Po melawan meriam Lord shen saat klimaks film adalah wujud kung fu lawan mesiu.
Sebagai sekuel, buat saya, Kung Fu Panda 2 sama menyenangkannya dengan film pertama. Film ini memang lebih fokus pada Po dan membuat tokoh-tokoh lain (terutama anggota Furious Five selain Tigress) kurang diceritakan. Tapi, ini konsekuensi logis saat kisah pencarian jati diri sang tokoh utama jadi tema cerita.
Jack Black melakukan tugasnya dengan baik mengisi suara Po. Karakter Po membuat kita terpingkal-pingkal, sebagiannya atas jasa Black membawakannya. Tapi kredit utama Kung Fu Panda 2 harus diberikan pada sutradara Jennifer Yuh Nelson. Di film pertama, Nelson hanya kebagian tugfas mengarahkan adegan pembuka animasi dua dimensi saat Po mimpi jadi pendekar. Kini, ia mencampur aduk animasi dua dimensi lukisan tangan dan animasi komputer dengan amat rapi. Cerita masa lalu Po digambar dengan indah.
***
Sudah jelas sekali jalan pedang Po masih panjang. Bukan hanya karena tugasnya sebagai pendekar masih ada, tapi tugasnya sebagai franchise bagi pembuatnya.***
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih telah memberi komentar.